Terdorong
niat untuk mempermudah ajaran Agama Islam, Habib Segaff bin Hasan
Baharun mulai produktif menulis buku. Buku-buku yang ditulisnya
berkaitan dengan persoalan-persoalan kekinian mulai dari ibadah, syariah
muamalah yang kesemuanya dicetak dari Pesantren Darullughah Wadda’wah,
Raci, Pasuruan
Tercatat
sudah tujuh buku telah dirampungkan dalam waktu relatif singkat,
kesemuanya dicetak oleh percetakan Pondok Pesantren Darullughah
Wadda’wah, Raci Pasuruan. Kebetulan di pesantren ini juga mempunyai
percetakan sendiri. ”Saya yakin, kalau kita buat kitab dagang dunia
akhirat. Kadang-kadang dibawa oleh anak-anak santri dan dibayar. Kalau
dibayar kan dapat dunia-akhirat. Kalau tidak dibayar dapat akhirat
saja,” kata Habib Segaff bin Hasan Baharun kepaada alKisah membuka perbincangan.
Memang
buku-buku yang dikarang oleh Habib Segaff bin Hasan Baharun ini bukan
untuk bahan rujukan. “Kebanyakan ditujukan untuk orang awam. Dimana
orang tidak punya waktu lagi untuk belajar (taklim).”
Buku-buku
yang dirampungkannya antara lain: Probematika Haid dan Permasalahan
Wanita, Bagaimana Anda Membagikan Harta Warisan dengan Benar?, Bagaimana
Anda Shalat dengan Benar?, Bagaimana Anda Menunaikan Puasa dengan
Benar?, Bagaimanakah Menunaikan Zakat dengan Benar?, Bagaimanakah
Menunaikan Haji dengan Benar? dan Tuntunan Bagaimana anda Menikah.
“Saya
dalam membuat buku-buku ini dimaksudkan untuk mempermudah. Memang,
buku-buku saya bukan untuk kalangan intelektual, namun kalangan orang
awam,” demikian kata pengasuh Pondok Pesantren Putri Darullughah
Wadda’wah, Raci ini sekali lagi.
Kadang-kadang,
lanjut Ustadz Segaf dirinya prihatin sekarang ini banyak orang
melakukan suatu ibadah (syariat) tetapi tidak dilandasi ilmu. “Bagaimana
Allah SWT akan menerimanya? Coba dibuka di kitab-kitab kuning? Tidak
ada satu ulama pun yang mengatakan, ‘Seseorang melakukan suatu syariat
agama kecuali dilandasi dengan ilmu’,” katanya dengan nada prihatin.
Lebih
jauh, Habib Segaff menyatakan kalau keadaan umat Islam sekarang seperti
yang telah digambarkan oleh Nabi SAW, manusia sekarang dalam keadaan sakratain
(mabuk), mabuk dalam kebodohan. Yang terpenting dari orang-orang jaman
sekarang kebanyakan orang memikirkan dunia. Orang tidak pernah
mementingkan ibadahnya, apakah sudah sesuai dengan syariat? “Oleh
karenanya, saya melihat umat mabuk dalam kebodohan dan dunia, itu yang
membuat orang jauh dari agama. Itu yang membuat saya punya pikiran
menulis dengan kalimat-kalimat yang mudah dipahami. Sehingga mereka
mudah membacanya dan memahaminya,” katanya.
Habib
Segaff lebih jauh menyatakan keprihatinnya atas banyaknya buku-buku
yang beredar, namun isinya jauh dari ajaran agama. “Gimana lagi sekarang ini?
Padahal kitab-kitab sekarang punya liberal, yang isinya merusak umat.
Judulnya memang luar biasa, padahal isinya keduniaan semata. Yang
dibutuhkan masyarakat sekarang adalah kitab-kitab sebenarnya adalah
kitab-kitab ibadah syariat. Sebab dengan ibadah yang dilandasi dengan
ilmu, nanti semuanya akan gampangkan oleh Allah SWT.”
Oleh
karena itu, lanjutnya, sekarang waktunya ummat Rasululah SAW yang
berpredikat amar ma’ruf nahy munkar untuk secara bersama-sama mengajak
kepada kaum muslimin agar kita sekalian masuk dalam golongan kaum yang
beruntung. “Yang punya ilmu dengan ilmunya, yang punya jabatan dengan
jabatannya, yang punya harta dengan hartanya, yang punya kekuatan dengan
kekuatannya dan yang punya doa dengan dengan doanya. Jadi yang bisa
kita lakukan sebagai umat Rasulullah SAW adalah dengan membuat buku yang
sekiranya mudah diterima umat dan umat gampang memahaminya,” kata
Ustadz Segaf semua itu lebih lanjut.
Sang penulis
Habib
Segaff bin Hasan bin Ahmad Baharun adalah putra kedua dari Habib Hasan
Baharun, pendiri pondok pesantren Darullughah Wadda’wah, Raci Pasuruan.
Ia lahir pada 7 juni 1974. Mengawali pendidikan agama di Darullughah
Wadda’wah, Bangil Pasuruan yang diasuh oleh sang ayah, Habib Hasan bin
Ahmad Baharun dari tahun 1981-1994. Ia juga mengikuti pendidikan umum
dari sekolah dasar sampai SMA. Sempat ia membantu pendidikan di pondok
selama dua tahun.
Baru
kemudian melanjutkan pendidikan ke Ribath Madinah yang diasuh oleh
Habib Zein bin Smith dari tahun 1994-1998. Sebenarnya ia yang akan
diberangkatkan ke tempat Habib Umar Al-Hafidz (Darul Mustofa), tapi yang
dipilih adalah kakaknya yakni Habib Shodiq.
Selama
di Mandinah, ia merasakan kesan yang mendalam. Apalagi di tempat
Rasulullah SAW pernah hidup dan dimakamkan. Ayahandanya pernah berpesan
sebelum berangkat ke Madinah, “”Kamu lakukan dua hal, pertama
berbaktilah dengan guru kamu. Dalam bakti pada ulama selama satu jam itu
lebih baik dari belajar selama satu tahun. Yang kedua, kamu bersihkan
hati. Karena hati yang sudah bersih hatinya, maka orang itu sudah siap
menerima ilmu pelajaran,” kata Habib Hasan bin Ahmad Baharun.
“Itu
luarbiasa dan terkesan betul. Kita bisa mengamalkan sunnah di tempat
sumbernya sunnah. Kita merasa benar-benar teristimewakan dengan ada di
tempat itu. Ada suasana ruhani yang berbeda, dengan di tempat lain,
sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah SAW, ’Keberkahan kota Madinah itu
lebih bila dibandingkan dengan kota Mekkah dan kota-kota yang
lainnya’,” katanya.
Kalau di Madinah, ia memperdalam ilmu fiqh (ibadah, syariah dan muamalat), ilmu alat (nahwu, shorof, balaghah)
dan tasawuf. Ia berguru dengan Habib Zein bin Smith dan habaib lainnya
seperti Habib Salim Asy-Syatiri, Habib Muhammad Al-Hamid, Habib Abdullah
Ba’bud, Habib Abdullah Al-Masyhur, Syeikh Muhammad Fal As-Sinkili dan
lain-lain
Mengenai
sosok Habib Zein bin Smith, ia sangat terkesan. ”Kita belajar di Ribath
tak pernah keluar. Beliau adalah seorang alim yang sejati. Orang yang
mengamalkan dengan ilmunya. Habib Zein, semua waktunya dipenuhi dengan
amal ibadah. Kalau tidak mengajar, beliau berdzikir. Saya lihat, kalau
di mobil beliau berdzikir, sambil menunggu orang, sambil berjalan, waktu
luangnya banyak diisi dengan banyak berdzikir.”
Habib Zein seorang pendidik yang dzahir dan bathin. Dan muthalaah ilmu dari kitab justru banyak diperoleh lewat mimpi. “Kadang beliau menyuruh untuk membaca kitab-kitab tertentu dalam mimpi.”
Yang
mengesankan dari Habib Zein adalah beliau tidak mau tunduk dengan
orang-orang kaya dan pejabat. Ilmu adalah di atas segalanya. “Sekarang
kita lihat ulama, dikejar-kejar oleh dunia, tapi dia tidak mau, maka
makin dikejar-kejar oleh dunia. tapi mereka-mereka yang berangkat dari
pagi kerja sampai malam tapi belum selesai. Tapi berkat agama Allah,
kalau kalian bantu agama ini, pasti Allah akan bantu kalian. Di sini
kita mulya, apalagi di akhirat nanti.”
Ada
satu kenangan yang tak terlupakan, karena putra–putra dari Habib Hasan
Baharun telah dianggap anak oleh Sayid Muhammad bin Alwi Al Maliki
Al-Hasani. Jadi kalau dirinya ke Mekkah ia menginap di kediaman Sayid
Muhammad bin Alwi Al Maliki Al-Hasani dan sekaligus bertabarukan.
“Kadang bisa sebulan. Kalau Abuya datang ke Madinah, ia dipanggil
disuruh hadir di majelisnya bahkan sampai kebutuhan kita pun
diperhatikan.”
Sepulangnya dari Madinah, ia banyak mengurusi pondok putri dan membatu pondok putra. Di pondok putra ia mengajar masalah fiqh, faraid, fikrunnisa,
dan lain-lain. “Kita ini ulama yang mengurusi banyak umat, banyak kita
saksikan yang masuk partai. Kasihan umat,“katanya dengan nada penuh
prihatin.
Habib
Zein juga pernah berpesan kepadanya ketika akan pulang ke Indonesia,
“Ya Segaff, jangan pernah engkau berhenti belajar. Belajarlah dengan
tetap dengan guru-guru kamu dahulu. Kamu belajar lagi kepada mereka.”
Akhirnya
beliau sepulangnya dari Madinah, selain mengajar ia juga masih belajar
lagi dengan guru-guru Beliau seperti Ustadz Qaimudin Abdullah, KH
Asrori, Habib Husein bin Abdullah bin Muhammad Assegaf
dan lain-lain. Dalam menuntut ilmu ia merasa kurang dan terus ingin
menuntut ilmu. Ia teringat pesan sabda Rasulullah Saw dimana beliau
berdoa dengan sangat terkenal, ”Robbi zidni ‘ilma, warzuqni fahmah (Ya Allah tambahkanlah ilmu dan riqki hamba).
0 komentar:
Posting Komentar